GTK Dikdas - Guru tidak hanya memiliki peran sebagai pendidik. Namun, guru harus mampu hadir menjadi teman atau sahabat bagi peserta didiknya selama berada di sekolah.
Demikian disampaikan Lastri Fajarwati dari Kerlip (Keluarga Peduli Pendidikan) saat menjadi narasumber pada webinar yang diselengagrakan oleh Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, pada 28 Agustus 2020.
Diskusi yang dipandu oleh Nani Dahniarni ini mengangkat tema "Gembira Mewujudkan Merdeka Belajar dari Rumah Menuju Sekolah Ramah Anak".
Lastri mengatakan peran guru dalam menciptakan Sekolah Ramah Anak sangat penting. Jika guru sudah memposisikan diri tidak hanya sebagai pendidik, maka kehadirannya akan sangat dirindukan oleh anak-anak.
"Sekolah Ramah Anak itu harus menghadirkan kondisi dimana anak senang, guru tenang dan orang tua bahagia," ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan yang dimaksud anak senang adalah Sekolah Ramah Anak bisa membuat anak-anak/ peserta didik merasa senang selama berada di sekolah. Mereka akan menganggap sekolah menjadi rumah keduanya. "Sehingga mereka menikmati belajar seperti mereka menikmati bermain," ujarnya.
Sedangkan yang dimaksud guru tenang adalah dimana guru bisa dengan tenang memberikan pembelajaran. Perasaan yang tenang ini hadir karena siswa-siswanya dengan riang gembira menerima pembelajaran yang diberikan oleh para guru.
"Sekolah Ramah Anak akan membuat orang tua bahagia karena mereka merasa anak-anaknya aman selama berada di sekolah. Dan orang tua yakin anak-anaknya gemberi selama di sekolah," jelasnya menambahkan.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa Sekolah Ramah Anak merupakan salah satu indikator penting dalam kota layak anak. Maka itu, pemerintah terus mendorong di seluruh satuan pendidikan harus mampu mewujudkan Sekolah Ramah Anak.
Lantas apa itu Sekolah Ramah Anak? Lastri menjelaskan, "Sekolah Ramah Anak adalah satuan pendidikan formal, non formal dan informal yang mampu memberikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi anak, termasuk bagiamana mekanisme pengaduan dan penanganan kasus di satuan pendidikan tersebut berada," jelasnya.
Dia menjelaskan setidaknya ada lima prinsip hak-hak anak di Sekolah Ramah Anak. Yang pertama non diskriminasi. Sekolah harus memperlakukan sama kepada seluruh siswa saat berada di sekolah.
Kedua, kepentingan terbaik anak. Prinsip ini menegaskan bahwa apa pun kebijakan di sekolah mulai dari perencanaan sampai evaluasi adalah untuk kepentingan terbaik anak.
Ketiga, hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan. Pada prinsipsi ini bagaimana sekolah mampu menjamin keberlangsungan hidup selama di sekolah aman.
Keempat, penghormatan terhadap pandangan anak. Pada prinsip ini bagaimana sekolah mampu menghargai pendapat anak mulai dari menetapkan aturan, tata tertib atau kebijakan lainnya.
"Kelima, pengelolaan yang baik. Prinsip ini adalah bagaimana sekolah mampu menciptakan lingkungan yang aman, bagaimana kolaborasi antara orang tua, guru dan anak. Ini perlu pengelolaan yang baik," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa Sekolah Ramah Anak merupakan hijrah hati. Pasalnya dalam melaksanakan Sokolah Ramah Anak ini tidak semudah membalikan telapak tangan.
"Melaksanakan Sekolah Ramah Anak jika hati kita sebagai orang pendidik dan orang tua tidak tersentuh hatinya, tidak mampu mengubah paradigma yang selama ini terjadi. Anak-anak kita adalah anak-anak yang harus dilindungi baik di rumah dan di sekolah atau di manapun," ujarnya.
Menurutnya perubahan paradigma ini harus dari hati. Tidak hanya dari program atau aturan. " Dari hati orang dewasa yang berada di lingkungan sekolah bagaimana membuat satu keputusan di sekolah yang bisa memberikan yang terbaik bagi anak didiknya," katanya.